Di tengah lapangan, derap langkah Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) menggema, mengiringi detik-detik pengibaran Sang Saka Merah Putih. Saat bendera perlahan naik menembus angkasa, suasana mendadak hening. Ribuan pasang mata menatap penuh haru, beberapa warga terlihat meneteskan air mata, sementara suara lantang lagu kebangsaan menggetarkan dada.
Upacara dipimpin langsung oleh Camat Cijeruk, Moch. Sobar Mansoer, S.IP., M.Si. dengan penuh wibawa. Dalam amanatnya, ia menegaskan bahwa semangat kemerdekaan adalah energi untuk terus membangun negeri dari desa hingga pusat.
“Kemerdekaan ini bukan hadiah, melainkan perjuangan. Tugas kita hari ini adalah menjaga persatuan, memperkuat gotong royong, dan bekerja nyata demi masa depan yang lebih baik,” ucapnya tegas, disambut tepuk tangan gemuruh peserta upacara.
Usai upacara, kemeriahan berlanjut. Lapangan Cijeruk berubah menjadi arena pesta rakyat. Ada lomba balap karung yang membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal, ada parade pelajar dengan kostum berwarna-warni, hingga atraksi seni tradisional yang menampilkan kekayaan budaya lokal. Anak-anak kecil berlarian membawa bendera mini, sementara para orang tua asyik menikmati suasana kebersamaan.
Hari itu, Cijeruk benar-benar menjelma menjadi miniatur Indonesia: beragam, ramai, penuh semangat, namun tetap bersatu dalam kebanggaan yang sama.
Peringatan HUT ke-80 RI di Kecamatan Cijeruk bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi juga pengingat akan arti kemerdekaan yang sesungguhnya—bahwa persatuan, gotong royong, dan cinta tanah air adalah napas yang terus menghidupkan bangsa.
( AM )


