Bank Indonesia mencatat, sepanjang 2022, remitansi dari PMI mencapai Rp132,4 triliun—naik 10,4 persen dari tahun sebelumnya. Angka ini mencerminkan betapa vital peran mereka dalam menopang ekonomi nasional. Namun, apresiasi terhadap mereka masih belum sebanding dengan pengorbanan yang mereka lakukan.
Banyak PMI harus meninggalkan keluarga selama bertahun-tahun, bekerja di negeri asing dengan risiko tinggi, dan berhadapan dengan budaya serta bahasa yang berbeda. Lebih ironis, tak sedikit dari mereka mengalami perlakuan tidak manusiawi: jam kerja berlebihan, upah di bawah standar, kekerasan, dan fasilitas hidup yang tak layak. Perlindungan hukum dari negara dan majikan pun kerap minim.
Padahal, negara sudah memiliki payung hukum melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2018 serta Kepmenaker No. 260 Tahun 2019 turut mengatur prosedur penempatan dan perlindungan mereka.
Kini, harapan baru muncul dengan transformasi Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Kemen P2MI), yang dipimpin oleh Menteri Abdul Kadir Karding. Kementerian ini diharapkan dapat:
Mengawasi penempatan PMI agar sesuai prosedur;
Menindak pelanggaran hak PMI secara cepat dan tegas;
Memberikan layanan perlindungan yang komprehensif, termasuk kesehatan dan pelatihan kerja.
Pemerintah juga didesak untuk:
Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem penempatan;
Menyediakan layanan advokasi dan pendampingan hukum;
Memastikan akses PMI terhadap pendidikan, kesehatan, dan pelatihan sebelum dan sesudah bekerja.
PMI bukan sekadar pencari nafkah di luar negeri—mereka adalah wajah Indonesia di dunia internasional. Sudah saatnya negara hadir secara nyata dalam melindungi dan menghargai jerih payah mereka.
Oleh: Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas)
Jurnalis Pewarna Indonesia, Mantan Relawan Kawan PMI Bogor
Kefas Hervin Devananda alias Romo Kefas dikenal sebagai jurnalis dan aktivis yang aktif memperjuangkan keadilan sosial dan hak asasi manusia. Sebagai mantan relawan PMI, ia memahami langsung tantangan para pekerja migran dan terus menyuarakan nasib mereka melalui karya jurnalistiknya.