Iklan

Iklan

Iklan

APJII Rilis Survei Internet 2025, Tekankan Pemerataan Akses untuk Wujudkan Indonesia Emas 2045

JurnalExpose
Kamis, 14 Agustus 2025, 19:14 WIB Last Updated 2025-08-14T12:14:54Z

Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis Hasil Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2025 dalam ajang Digital Transformation Indonesia Conference & Expo (DTI-CX) di Jakarta International Convention Center, GBK. Survei ini menyoroti pentingnya pemerataan akses internet sebagai fondasi ketahanan nasional menuju Indonesia Emas 2045, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan pembangunan manusia dan transformasi digital sebagai prioritas.


Ketua Umum APJII, Muhammad Arif, mengungkapkan tingkat penetrasi internet Indonesia kini mencapai 80,66% atau sekitar 229,4 juta jiwa dari total populasi 284 juta. Namun, wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) hanya menyumbang 1,91% dari total pengguna internet nasional.


“Masih ada hampir 20% masyarakat kita yang belum menikmati layanan internet. Mereka bagian dari Indonesia yang harus kita layani bersama,” tegas Arif.


APJII menilai ketahanan digital harus mencakup seluruh wilayah, bukan hanya perkotaan. Generasi muda menjadi kekuatan utama di ruang siber, dengan Generasi Z menyumbang 25,17% dan milenial 23,19% dari total pengguna internet.


“Generasi digital native ini adalah aset berharga yang harus dilindungi dan dibekali literasi digital, agar tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen dalam ekonomi digital,” tambahnya.


Dari sisi akses, 83,39% pengguna internet mengandalkan perangkat mobile, mayoritas melalui data seluler (74,27%). Adopsi fixed broadband melonjak dari 27,4% (2024) menjadi 38,7% (2025). Arif menilai harga layanan sudah cukup terjangkau, sehingga tantangan ke depan adalah memperluas jangkauan dan kualitas layanan, khususnya di wilayah rural dan 3T.


Isu keamanan siber menjadi perhatian utama, dengan 24,89% pengguna pernah mengalami penipuan online, diikuti pencurian data pribadi dan phishing. Arif menegaskan pentingnya literasi digital, perlindungan data, dan ekosistem siber yang andal sebagai bagian dari pertahanan nasional.


APJII juga mengungkap 52% dari lebih 1.300 penyelenggara jasa internet di Indonesia adalah usaha mikro, mayoritas melayani rumah tangga (35,83%). Namun, persaingan ketat di wilayah urban dan rural padat membuat industri tertekan.


“Kami mendorong moratorium perizinan untuk menyehatkan industri. ISP kecil harus dibina, bukan dibiarkan mati,” kata Arif.


Sekretaris Umum APJII, Zulfadly Syam, menjelaskan survei dilakukan terhadap 8.700 responden di 38 provinsi dengan margin of error 1%. Sebanyak 74,31% pelanggan fixed broadband menilai tarif Rp 100.000–Rp 300.000 per bulan ideal. Namun, 41,26% pengguna mengaku tidak pernah mengganti kata sandi, menunjukkan perlunya edukasi keamanan digital berkelanjutan.


Tantangan lain adalah pemanfaatan internet untuk kegiatan produktif, karena 76,7% pengguna belum menggunakannya untuk bisnis. Zulfadly menekankan perlunya akselerasi UMKM go digital dan insentif investasi di wilayah 3T. Ia juga mencatat kesenjangan gender akses internet kini semakin tipis, meski pola konsumsi konten masih berbeda.


Acara peluncuran turut dihadiri pejabat Kemkomdigi, BSSN, Kemenko Polkam, dan mitra strategis. APJII berharap hasil survei ini menjadi referensi nasional dalam penyusunan roadmap infrastruktur digital.


“Ekosistem digital yang sehat, inklusif, dan aman adalah fondasi ketahanan nasional Indonesia di abad ke-21,” pungkas Arif.


( Red)

Komentar

Tampilkan

Terkini

Iklan

Otomotif

+