Iklan

Iklan

Iklan

Bisakah Wartawan Disomasi? Ini Penjelasan Hukum dan Mekanismenya

JurnalExpose
Minggu, 13 Juli 2025, 19:41 WIB Last Updated 2025-07-13T12:41:38Z

Dalam dunia jurnalistik, wartawan memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik. Namun, dalam praktiknya, tak jarang pemberitaan yang dibuat menimbulkan ketidakpuasan atau dianggap merugikan pihak tertentu. Lalu, muncul pertanyaan: bisakah wartawan disomasi?


Jawabannya : ya, wartawan bisa disomasi, namun ada aturan main dan mekanisme hukum yang mengatur hal tersebut.


📌 Apa Itu Somasi?


Somasi adalah peringatan hukum secara tertulis dari seseorang atau lembaga kepada pihak lain yang dianggap telah melakukan perbuatan merugikan. Dalam konteks wartawan, somasi biasanya berisi permintaan untuk:


Menarik atau meralat pemberitaan,


Meminta maaf secara terbuka,


Atau menyampaikan klarifikasi.


Somasi bisa menjadi langkah awal sebelum menempuh jalur hukum perdata atau pidana.


📌 Wartawan Bisa Disomasi, Tapi...


Wartawan memang bisa disomasi. Namun, tidak semua somasi dapat berujung ke proses hukum, terutama jika berita yang dibuat merupakan produk jurnalistik yang sah.


Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan mendapatkan perlindungan hukum selama menjalankan tugas secara profesional, berpegang pada:


Kode Etik Jurnalistik, dan Prinsip kebenaran, akurasi, keberimbangan, dan verifikasi.


📌 Perlindungan Hukum bagi Wartawan


Dalam Pasal 8 UU Pers ditegaskan:


“Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.”


Artinya, selama seorang wartawan menjalankan tugas jurnalistik secara profesional—berita yang dibuat tidak bisa serta-merta dijadikan dasar untuk tuntutan hukum pidana atau perdata.


Selain itu, Dewan Pers memiliki wewenang menyelesaikan sengketa terkait pemberitaan. Mekanisme ini menjadi jalur utama sebelum menempuh proses hukum formal


📌 Prosedur Jika Merasa Dirugikan oleh Berita


Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, langkah yang dapat diambil adalah:


1. Mengajukan Hak Jawab atau Klarifikasi ke media yang memberitakan.


2. Jika tidak ditanggapi, bisa mengadu ke Dewan Pers.


3. Dewan Pers akan menilai apakah berita tersebut merupakan produk jurnalistik dan apakah ada pelanggaran etik.


4. Jika ditemukan pelanggaran, media akan diberikan sanksi etik atau diminta memuat hak jawab.


5. Jika bukan produk jurnalistik (misalnya postingan pribadi di media sosial), maka bisa dibawa ke jalur pidana atau perdata.


📌 Kapan Wartawan Bisa Diproses Hukum?


Wartawan bisa dijerat hukum jika :


Melakukan pencemaran nama baik, fitnah, atau pemerasan,


Tidak bertindak sebagai jurnalis, seperti menyebar hoaks melalui media sosial pribadi,


Tidak mengikuti prinsip jurnalistik yang sah (tidak melakukan konfirmasi, menyebarkan isu tanpa data).


Jika wartawan melakukan pelanggaran tersebut di luar kerangka kerja jurnalistik, maka dia dapat diproses berdasarkan hukum pidana umum seperti:


Pasal 310 dan 311 KUHP (fitnah dan pencemaran nama baik),


UU ITE (jika dilakukan melalui internet),


Pasal 368 KUHP (pemerasan).


Kesimpulan


Wartawan bisa disomasi, namun tidak otomatis bersalah. Jika berita dibuat berdasarkan fakta, telah diverifikasi, dan sesuai dengan kode etik jurnalistik, maka wartawan dan medianya dilindungi oleh UU Pers.


Sebaliknya, jika berita mengandung unsur fitnah, tidak diverifikasi, atau menyebarkan kebencian, maka wartawan bisa dimintai pertanggungjawaban hukum—baik secara etik melalui Dewan Pers, maupun secara pidana/perdata di pengadilan.


📝 Penutup


Dalam era kebebasan pers, penting bagi masyarakat memahami bahwa kritik melalui media bukanlah kejahatan, selama dilakukan dengan etika dan profesionalisme. Namun, bagi wartawan, tanggung jawab moral dan hukum tetap melekat, sehingga prinsip kehati-hatian, kebenaran, dan keberimbangan wajib dikedepankan dalam setiap produk jurnalistik.

Komentar

Tampilkan

Terkini

Iklan

DPRD

+