Iklan

Iklan

Iklan

Ketika Media Sosial Jadi Senjata : Antara Kritik, Fitnah, dan Hancurnya Reputasi Usaha

JurnalExpose
Senin, 07 Juli 2025, 21:10 WIB Last Updated 2025-07-07T14:10:43Z

Foto Ilustrasi
Di era digital, media sosial bukan lagi sekadar tempat berbagi cerita. Ia telah menjelma menjadi panggung terbuka, tempat siapa pun bisa menjadi hakim, jaksa, sekaligus eksekutor terhadap nasib orang lain—termasuk pelaku usaha.


Fenomena memviralkan kesalahan pelaku usaha—baik karena pelayanan yang buruk, dugaan penipuan, atau sekadar ketidaksukaan pribadi—telah menjadi kebiasaan baru. Sayangnya, tidak sedikit unggahan yang menyebar tanpa konfirmasi, tanpa konteks, dan tanpa rasa tanggung jawab. Ujungnya? Reputasi hancur, penghasilan hilang, dan usaha gulung tikar.


Pertanyaannya: apakah semua yang viral itu benar? Dan jika salah, siapa yang bertanggung jawab?


Antara Kepuasan dan Pembunuhan Karakter


Masyarakat seolah menemukan ‘kekuatan’ baru lewat tombol share dan kolom komentar. Kritik yang seharusnya menjadi bentuk koreksi, berubah menjadi ajang pembunuhan karakter. Satu unggahan, satu video potongan, bisa cukup untuk menjatuhkan usaha yang dibangun bertahun-tahun.


Kita lupa bahwa di balik merek, toko, atau lapak dagang, ada manusia. Ada keluarga yang bergantung pada penghasilan dari usaha tersebut. Hanya karena satu kesalahan atau tuduhan yang belum tentu benar, masa depan mereka bisa terancam.


Hukum Tidak Buta: UU ITE dan KUHP Mengintai


Banyak orang lupa atau pura-pura lupa bahwa dunia maya juga punya aturan. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (3) secara jelas menyatakan bahwa pencemaran nama baik melalui media elektronik adalah tindakan pidana. Ditambah Pasal 310 dan 311 KUHP, siapapun yang menyebarkan fitnah bisa dikenai hukuman hingga 4 tahun penjara.


Artinya, kebebasan berekspresi bukan alasan untuk sembarangan menjatuhkan orang lain. Kritik boleh, tapi data dan niatnya harus jelas. Jika hanya berdasarkan asumsi dan emosi, maka pelakunya bisa berakhir di meja hijau.


Bijak Sebelum Menyebar


Netizen hari ini harus mulai dewasa. Jangan jadi hakim dadakan yang gemar menghukum sebelum tahu kebenaran. Verifikasi informasi sebelum membagikan. Karena satu klik yang merugikan bisa berubah menjadi jerat hukum yang panjang.


Dan bagi pelaku usaha, ini juga pengingat penting untuk terus menjaga kualitas layanan dan transparansi. Namun kritik harus dibedakan dari fitnah. Jika yang disebarkan adalah bohong, maka pelaku penyebaran harus berani bertanggung jawab di depan hukum.


Penutup


Media sosial adalah alat. Ia bisa jadi jembatan, tapi juga bisa jadi senjata. Semua tergantung pada siapa yang memegangnya, dan bagaimana cara menggunakannya. Jangan sampai jari-jari kita menjadi penyebab hancurnya hidup orang lain.


( Red )

Komentar

Tampilkan

Terkini

Iklan

DPRD

+