“Sejak Oktober 2024, sawit kami digusur paksa tanpa ada ganti rugi. Kami sudah menanam sejak 1996 untuk menghidupi keluarga, tapi aparat hukum diam saja,” ungkap Kornelius Samosir, perwakilan warga, Selasa (22 Juli 2025).
Kornelius mengaku sudah tiga kali melakukan mediasi dengan Renno Cs, tetapi para pelaku justru semakin berani. “Mereka menumbang dan mengubur batang sawit agar kejahatan mereka tidak terdeteksi. Kami tetap menuntut keadilan!” tegasnya.
Korban lain, Sarudin Siregar (60), menceritakan enam hektare sawit produktif miliknya ikut digusur. “Mereka hanya janji palsu. Sampai sekarang ganti rugi tidak kami terima,” ujarnya geram.
Edison Matondang (34) bahkan mengalami intimidasi fisik. “Saya diancam oleh orang yang mengaku anggota Polda. Lahan saya dihancurkan, janji ganti rugi Rp29,9 juta hanya dibayar Rp7 juta secara cicilan,” jelas Edison.
Ketua BP2 Tipikor Lembaga Aliansi Indonesia, Agustinus Petrus Gultom, mengecam keras aksi mafia tanah di Kampung D.30. “Kami mencium praktik mafia tanah, mulai dari pengusiran, perusakan, penguasaan paksa, hingga penipuan. Ini harus dibongkar total!” serunya.
Agus juga mendesak aparat menindak tegas aktivitas excavator ilegal yang digunakan pelaku. “Kami akan kawal kasus ini sampai pelaku diseret ke pengadilan. Mafia tanah harus diberantas dari Riau,” pungkasnya.