HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Industrial Harmony In 2026 Digelar di Cikarang, HR dan Pengusaha Diajak Siap Mental Hadapi KUHP Baru

Cikarang — Tahun 2026 tinggal hitungan hari, dan dunia usaha tampaknya tak hanya dituntut siap secara bisnis, tetapi juga siap secara hukum dan budaya kerja. Menyadari hal itu, Tab Plus Inc menghadirkan ruang diskusi yang tak sekadar formalitas, lewat kegiatan Industrial Harmony In 2026 yang digelar di Grand Zuri Hotel Jababeka, Cikarang, Sabtu (20/12/2025).

Mengusung tema panjang namun relevan, “Membangun Budaya Kinerja Berkeadilan dan Mencegah Tindak Pidana Korporasi Melalui Sistem Pengupahan & Keterlibatan Karyawan di Era KUHP Baru”, forum ini mempertemukan pengusaha, praktisi HR, dan pemangku kepentingan ketenagakerjaan dalam satu meja diskusi.

Ketua Pelaksana Dyah Wahyuni, SE, MM, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada para sponsor yang telah menopang terselenggaranya kegiatan tersebut.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh sponsor dan panitia Tab Plus Inc. Alhamdulillah acara ini dihadiri sekitar 200 peserta, dan sebagai penutup kami juga menyiapkan berbagai doorprize,” ujar Dyah.

Sejumlah perusahaan dan institusi tercatat turut mendukung kegiatan ini, mulai dari sektor teknologi, kesehatan, perhotelan, hingga industri pendukung ketenagakerjaan.

Narasumber pertama, Dr. Anwar Budiman, S.H., M.M., M.H., Founder Dr. Anwar Budiman & Partners sekaligus pakar hubungan ketenagakerjaan, langsung mengajak peserta menghadapi realitas baru di tahun 2026.

Ia menegaskan bahwa KUHP baru secara eksplisit menempatkan korporasi sebagai subjek hukum pidana, sebuah perubahan signifikan dibanding KUHP lama.

“Mulai 2026, korporasi bisa dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pengurus atau karyawannya dalam lingkup kegiatan usaha. Ini bukan lagi sekadar wacana, tapi norma hukum,” jelasnya.

Dr. Anwar juga mengulas berbagai aspek krusial, mulai dari asas hukum pidana, penyertaan, pertanggungjawaban korporasi, pidana dan tindakan terhadap korporasi, hingga isu kepailitan, perbuatan curang, dan suap.

Ia menekankan bahwa kepatuhan hukum dan penghormatan terhadap martabat manusia di tempat kerja bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga benteng perlindungan korporasi.

“Jika kita patuh hukum, saling menghormati, dan menjaga harkat martabat sesama, kita bisa terhindar dari penderitaan hukum yang seharusnya tak perlu terjadi,” ujarnya.

Sesi berikutnya diisi oleh Tabita Anna Wulandari, Founder Praktisi Berbagi, Certified Professional Trainer BNSP. Ia mengajak peserta melihat employee engagement bukan sekadar jargon HR, melainkan strategi bertahan di tengah perubahan regulasi dan ekspektasi pekerja.

Tabita memaparkan pendekatan sistematis mulai dari roadmap, assessment, strategy, implementation, hingga monitoring, yang menurutnya menjadi kunci menciptakan keterlibatan karyawan secara berkelanjutan.

“Budaya kerja tidak bisa dibangun dengan instruksi, tapi dengan sistem dan keteladanan,” ungkapnya.

Pantauan awak media menunjukkan antusiasme peserta cukup tinggi. Berbagai pertanyaan dilontarkan, mulai dari isu ketenagakerjaan, hukum korporasi, pengembangan karier, hingga dinamika hubungan industrial di era regulasi baru.

Acara kemudian ditutup dengan presentasi dari para sponsor serta pembagian doorprize, menambah suasana hangat di penghujung forum.

Melalui kegiatan ini, Industrial Harmony In 2026 tak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga alarm dini bagi dunia usaha bahwa harmoni industri di masa depan tidak cukup dibangun dengan target bisnis semata, melainkan dengan keadilan, kepatuhan hukum, dan keterlibatan manusia di dalamnya.

( Ham )