Iklan

Iklan

Iklan

BP2 Tipikor Desak Pertamina Hentikan 5 Excavator Ilegal di Bengkalis, Warga Resah dan Lahan Sawit Dirusak

JurnalExpose
Sabtu, 26 Juli 2025, 19:15 WIB Last Updated 2025-07-26T12:15:34Z

Bengkalis, Riau — Lembaga Aliansi Indonesia Badan Pemantau dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (BP2 Tipikor) mendesak PT Pertamina Hulu Rokan segera menghentikan aktivitas lima unit excavator yang beroperasi secara ilegal di Kampung D.30, Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.


Perwakilan warga Kampung D.30, Paruntungan Sihombing, menyatakan aktivitas alat berat itu meresahkan masyarakat karena beroperasi tanpa izin dan berpotensi membahayakan pipa migas serta gudang bahan peledak di area tersebut.


> “Kami minta Pertamina Hulu Rokan segera turun tangan. Excavator-excavator itu beroperasi seenaknya di zona sensitif migas tanpa izin dari pihak berwenang, bahkan aparat dan pemerintah desa pun tidak mengetahui aktivitas ini,” tegas Paruntungan.


Selain meresahkan, excavator tersebut juga merusak lahan sawit milik 21 warga seluas sekitar 76 hektare. Paruntungan menyebut kerusakan sudah terjadi sejak Oktober 2024, namun belum ada tindakan dari pemerintah maupun aparat penegak hukum.


Salah satu korban, Edison Matondang (34), mengaku sudah menggarap lahannya sejak 2016. Namun, pada Maret 2025, kelompok yang dipimpin seseorang bernama Reno Cs merusak sawit di lahannya seluas 6 hektare. Kelompok ini mengaku telah membeli lahan tersebut dan bahkan mengintimidasi Edison secara fisik.


“Salah satu dari mereka mengaku anggota Polda Pekanbaru, memegang dada saya sambil berkata, ‘Kenapa kamu halangi anggota saya? Lahan ini sudah saya beli ke Reno’,” ujar Edison dengan suara bergetar, mengenang kejadian 22 Juli 2025 lalu.


Setelah perusakan, Edison mengaku mendapat janji ganti rugi sebesar Rp29,9 juta dari seseorang bernama Fahmi, yang disebut-sebut sebagai penyedia alat berat dari Reno Cs. Namun, hingga kini ia baru menerima Rp7 juta dan sisanya tak kunjung dibayar.


“Fahmi malah berkata, kalau saya tidak terima uang Rp7 juta itu, maka lahan dan uang akan mereka ambil,” tambah Edison.


Ketua BP2 Tipikor Lembaga Aliansi Indonesia, Agus Tinus Petrus Gultom, SH, menyebut pihaknya telah menerima puluhan laporan warga terkait kasus serupa. Ia menegaskan praktik mafia tanah di Kampung D.30 harus dihentikan.


“Praktik mafia tanah di Riau sudah bukan hal baru. Mereka mengaku-ngaku tanah adat, merusak lahan, mengusir penggarap, lalu menjualnya tanpa hak. Modusnya terus berkembang dan aparat terkesan tutup mata,” jelas Agus.


Agus menambahkan bahwa sebagian korban dijanjikan ganti rugi Rp500 ribu per pohon sawit, namun setelah sawit ditebang dan batangnya dikubur, para pelaku menghilang tanpa jejak.


Agus menegaskan pihaknya akan membawa kasus ini ke tingkat pusat, termasuk ke Kementerian BUMN dan DPR RI. Ia meminta aparat hukum membongkar dugaan sindikat mafia tanah di wilayah Bengkalis dan meminta Pertamina menghentikan operasi excavator ilegal tersebut.


“Kami akan terus berjuang membela rakyat yang tertindas. Kami ingin penyelesaian bermartabat tanpa kekerasan. Tapi jika dibiarkan, ini bisa memicu konflik horizontal,” pungkasnya.



( Red )
Komentar

Tampilkan

Terkini

Iklan

Otomotif

+