Salah seorang staf Desa Cilaku yang ditemui di kantor desa mengungkapkan bahwa dana BUMDes itu pernah dialokasikan untuk sektor wisata kuliner. Namun, program tersebut sudah lama tidak berjalan.
"Dulu sempat ada kegiatan kuliner, kalau tidak salah itu dari anggaran tahun 2023. Tapi nilainya saya kurang tahu. Ketua BUMDes-nya Pak Tata, tapi sekarang sedang di luar," ujar staf desa tersebut.
Tim media kemudian mencoba menemui Ketua BUMDes, Tata, di kediamannya di RT 02 RW 04. Namun, yang bersangkutan tidak berada di rumah. Warga sekitar menyebut bahwa Tata juga merupakan pendamping desa di Kecamatan Tenjo.
"Baru saja keluar, Pak Tata itu juga pendamping desa di kecamatan ini," kata salah satu warga. Ia pun mempertanyakan keberadaan dana BUMDes yang tidak pernah dirasakan manfaatnya oleh warga.
"Kami warga tidak tahu-menahu soal BUMDes. Memang namanya saja 'usaha milik desa', tapi tidak ada buktinya. Harusnya program itu untuk kesejahteraan warga desa. Kalau tidak jelas begini, harus ada pertanggungjawabannya!" tegas warga tersebut.
Sebagai catatan, pengelolaan BUMDes diatur dalam Permendagri Nomor 39 Tahun 2010, yang mewajibkan adanya struktur organisasi, transparansi keuangan, hingga pelaporan yang dapat diakses publik.
Kondisi yang terjadi di Desa Cilaku ini menjadi perhatian serius. Pemerintah dan aparat penegak hukum didesak untuk turun tangan menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan dana BUMDes, karena dana tersebut bersumber dari keuangan negara dan seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
(Aripin Lubis/Red)