PPATK berdalih, langkah itu diambil untuk mencegah praktik ilegal dan pencucian uang. Namun, kebijakan tersebut justru memicu keresahan di tengah masyarakat.
Agus Jaya Sudrajat, aktivis dan pemerhati kebijakan publik, menilai tindakan itu sebagai pelanggaran serius terhadap hak finansial dan konstitusional warga negara.
“Pemblokiran oleh PPATK ini tidak hanya tidak berdasar, tapi juga konyol. Ini bentuk penyalahgunaan kewenangan yang makin menyusahkan rakyat,” tegas Agus Jaya, Senin (5/8/2025).
Ia menilai status rekening dormant saja tidak dapat dijadikan alasan hukum untuk pemblokiran. Tanpa indikasi pidana yang jelas, menurutnya, tindakan ini sangat berlebihan.
“Kalau ada indikasi tindak pidana seperti pencucian uang, silakan blokir. Tapi kalau hanya karena tidak aktif transaksi, itu jelas tidak adil dan bertentangan dengan prinsip negara hukum,” lanjutnya.
Agus Jaya juga menyebut kebijakan ini melanggar beberapa regulasi, seperti:
UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Peraturan PPATK No. 18 Tahun 2017 Pasal 12 ayat (2), dan Peraturan OJK No. 8 Tahun 2023 Pasal 53 ayat (4) yang semuanya mewajibkan adanya indikasi pidana jelas sebelum pemblokiran dilakukan.
Selain mengganggu hak privasi, pemblokiran sepihak ini menurut Agus Jaya telah menghambat aktivitas ekonomi masyarakat, terutama di pedesaan.
“Masyarakat desa yang jarang bertransaksi karena keterbatasan infrastruktur ikut jadi korban. Ini menyasar kelompok rentan seperti lansia, pensiunan, pekerja informal, hingga korban PHK,” tegasnya.
Sebagai Wakil Ketua Umum Forum Media Indonesia Bersatu (FMIB) dan Ketua PPRI DPW Jawa Barat, Agus Jaya mendesak Presiden dan pemerintah mengevaluasi total prosedur dan kebijakan PPATK.
“Pemblokiran harus berdasarkan proses hukum yang adil, idealnya melalui putusan pengadilan. Tanpa itu, bisa menjadi preseden buruk dan rawan disalahgunakan,” tegasnya.
Ia juga meminta transparansi dan akuntabilitas dari PPATK dan pihak bank. Menurutnya, pemblokiran harus disertai notifikasi kepada nasabah dan mekanisme reaktivasi yang tidak menyulitkan.
“Jangan sampai ada rekening rakyat kecil yang diblokir hanya karena sistem yang ngawur. PPATK harus bisa bedakan mana yang berisiko, mana yang tidak. Jangan asal blokir,” tutupnya.