Ulfa, Yatim Piatu di Tolitoli Gagal Cairkan PKH Almarhum Ayah: Harapan Pupus di Usia Belia
Pada 10 September 2025, Ulfa mendatangi kantor desa setempat dengan harapan bisa melanjutkan bantuan tersebut demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, permohonannya ditolak karena aturan administratif mengharuskan penerima manfaat pengganti berusia minimal 17 tahun. Ulfa masih berusia di bawah ketentuan itu.
Padahal, kondisi Ulfa sangat memprihatinkan. Kedua orang tuanya telah tiada dan ia kini hidup sebatang kara tanpa wali atau penanggung jawab resmi yang dapat mengurus peralihan bantuan.
Program PKH sejatinya dirancang pemerintah untuk membantu keluarga miskin dan rentan, termasuk yang memiliki anak sekolah, balita, serta lansia. Namun kasus Ulfa menyoroti celah kebijakan: aturan yang kaku membuat anak yatim piatu yang benar-benar membutuhkan justru tidak bisa mengakses haknya.
Kisah ini menjadi pengingat pentingnya perhatian khusus bagi anak-anak yatim piatu, terutama yang tidak memiliki keluarga atau pendamping. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan mencari terobosan, baik melalui kebijakan maupun pendampingan sosial, agar anak-anak dalam situasi serupa tetap terlindungi dan tidak terabaikan.
Bantuan sosial seharusnya hadir untuk meringankan beban, bukan justru sulit dijangkau akibat hambatan birokrasi.