Cicurug, Permata Utara Sukabumi: Dari Gemericik Curug hingga Geliat UMKM Lokal
Kab. Sukabumi – Tak banyak yang tahu, di balik hiruk-pikuk jalur utama Bogor–Sukabumi, tersimpan sebuah kecamatan yang menyatukan pesona alam, sejarah, dan semangat wirausaha masyarakatnya. Dialah Kecamatan Cicurug, wilayah yang dijuluki “Pintu Gerbang Sukabumi Utara”, tempat air terjun berbisik di antara pegunungan dan ekonomi rakyat tumbuh dari tangan-tangan kreatif warganya.
Dengan luas 4.576 hektare dan penduduk mencapai 130 ribu jiwa lebih, Cicurug terbagi dalam 12 desa dan satu kelurahan. Nama Cicurug sendiri punya makna indah — dari bahasa Sunda “Ci” berarti air, dan “Curug” berarti air terjun. Nama ini bukan sekadar simbol, melainkan cerminan kehidupan masyarakat yang dekat dengan sumber air dan kesejukan alam.
Pesona Alam yang Belum Banyak Terjamah
Siapa sangka, hanya beberapa kilometer dari jalan raya padat menuju Sukabumi, terdapat surga tersembunyi bernama Curug Cimalati. Air terjunnya jernih, udara sekitarnya sejuk, dan gemericiknya seolah memanggil siapa saja yang lelah oleh bising kota.
Selain Cimalati, ada pula Curug Sawer dan Curug Batu Tapak, dua lokasi favorit bagi pecinta alam dan fotografer. Keindahan curug-curug ini menjadi magnet wisata baru yang mulai dilirik wisatawan lokal.
“Cicurug punya banyak potensi wisata. Alamnya luar biasa indah, tinggal bagaimana kita kelola dengan serius,” ujar Camat Cicurug, Judi Budimansyah, penuh optimisme.
Situs Tua yang Menyimpan Cerita Zaman Dulu
Tak hanya alam, Cicurug juga punya sisi sejarah yang menawan. Di Desa Kutajaya, terdapat Situs Batu Gores, peninggalan masa prasejarah yang dipercaya sebagai simbol kekuatan leluhur Sunda. Tak jauh dari sana, di Desa Cisaat, berdiri Situs Batu Kujang — batu besar menyerupai kujang yang dianggap sakral oleh warga sekitar.
Sementara di pusat kecamatan, berdiri Pendopo Cicurug, bangunan peninggalan kolonial yang kini difungsikan sebagai kantor Samsat. Meski modernisasi terus berjalan, bangunan tua ini tetap menyimpan aura klasik masa lalu. Bahkan, Stasiun Cicurug, yang sudah beroperasi sejak zaman Belanda, masih aktif melayani warga hingga kini.
“Kami ingin menjadikan pendopo dan stasiun sebagai cagar budaya. Nilai sejarahnya sangat tinggi,” ungkap Judi.
UMKM: Nadi Ekonomi Masyarakat Cicurug
Tak kalah menarik dari alam dan sejarahnya, UMKM menjadi denyut ekonomi utama di Cicurug. Dari dapur rumah-rumah warga, lahirlah aneka produk seperti mochi, keripik singkong, kue tradisional, dan kerajinan tangan.
Pemerintah kecamatan pun aktif mendorong warganya melalui bazar UMKM di Taman Rekreasi Cimalati, ajang promosi yang selalu ramai pengunjung.
“Banyak pelaku usaha yang dulu hanya jualan di rumah, sekarang mulai punya pelanggan tetap bahkan sampai luar kota,” tutur Judi dengan bangga.
Pertanian dan Pesantren: Dua Pilar Kehidupan
Selain wisata dan usaha kecil, Cicurug juga dikenal dengan lahan pertaniannya yang subur. Sawah-sawah hijau, kebun pisang, durian, hingga kopi tumbuh subur di kaki Gunung Salak.
Cicurug pun dikenal sebagai kawasan religius. Banyak pondok pesantren berdiri di sini, menjadi pusat pendidikan Islam dan pembinaan generasi muda. Di pesantren, nilai-nilai kemandirian dan gotong royong tumbuh, menjadi dasar karakter masyarakat Cicurug yang dikenal ramah dan ulet.
Wilayah Strategis, Pusat Pertumbuhan Baru Sukabumi
Berada di jalur vital Bogor–Sukabumi, Cicurug kini menjadi titik strategis bagi pengembangan ekonomi. Kawasan sekitar terminal dan stasiun terus berkembang menjadi pusat perdagangan dan logistik. Tak heran, investor mulai melirik wilayah ini sebagai lokasi potensial untuk industri kecil dan properti.
Harapan Menuju Masa Depan yang Lebih Cerah
Dengan keindahan alamnya, kekayaan budayanya, serta semangat wirausaha masyarakatnya, Cicurug kini melangkah menuju masa depan yang lebih cerah.
“Kami ingin menjadikan Cicurug bukan sekadar tempat singgah, tapi tujuan wisata dan pusat ekonomi rakyat Sukabumi bagian utara,” tegas Camat Judi Budimansyah.
Dan benar, di antara gemericik curug dan geliat UMKM-nya, Cicurug berdiri sebagai permata utara Sukabumi — kecil tapi berkilau, tradisional tapi terus tumbuh modern.





