HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Diduga Berkedok Agen BRILink, Warung di Desa Pasir Angin Edarkan Obat Keras Golongan G, Warga Minta APH Bertindak

Kab. Bogor — Peredaran obat-obatan keras golongan G yang diduga berkedok Agen BRILink kembali terpantau di wilayah Desa Pasir Angin, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Aktivitas tersebut berada dalam wilayah hukum Polsek Megamendung dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, sebuah warung yang sebelumnya dikabarkan telah ditutup, kini diduga kembali beroperasi dan mengedarkan obat keras seperti Tramadol, Eximer, dan Trihexyphenidyl tanpa izin resmi. Penjualan obat-obatan tersebut disinyalir dilakukan secara bebas dan tidak sesuai dengan ketentuan perizinan farmasi.

Praktik peredaran obat golongan G tanpa izin edar jelas melanggar aturan hukum. Selain berbahaya bagi kesehatan, obat-obatan tersebut memiliki efek psikotropika yang dapat memicu ketergantungan, gangguan mental, hingga berpotensi menimbulkan tindak kriminal di kalangan remaja.

Sejumlah warga mengaku geram dan mempertanyakan pengawasan aparat penegak hukum setempat. Pasalnya, warung tersebut disebut-sebut pernah ditutup, namun kini kembali beroperasi tanpa penindakan lanjutan.

“Kami berharap aparat kepolisian segera bertindak tegas. Kalau obat-obatan ini dikonsumsi anak muda, dampaknya sangat berbahaya, bukan hanya merusak kesehatan, tapi juga bisa memicu tawuran dan tindakan kriminal,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya kepada awak media, Sabtu (13/12/2025).

Warga juga meminta pemerintah desa dan instansi terkait tidak tutup mata terhadap dugaan peredaran obat keras ilegal tersebut. Mereka menilai, pembiaran yang berlarut-larut dapat merusak masa depan generasi muda di wilayah Megamendung.

Sebagai informasi, peredaran obat keras golongan G tanpa izin edar dapat dijerat Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.

(Marno dan Tim)