Warga dari berbagai RT dan RW mengarak sayuran, beras, hingga buah-buahan yang ditata kreatif di atas dongdang. Setelah pawai, hasil bumi tersebut dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk syukur atas rezeki melimpah.
Selain pawai, warga juga menampilkan pentas seni dan budaya Sunda, mulai dari pencak silat, pakaian adat, hingga iringan gendang penca yang membuat suasana semakin meriah.
Kepala Desa Lemah Duhur, Ujang Najmudin, menegaskan bahwa tradisi Mapag Bulan Mulud menjadi momen penting bagi masyarakat.
“Mapag Bulan ini adalah awal menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Kegiatan ini sudah menjadi agenda tahunan Pemerintah Desa Lemah Duhur. Tahun ini, 70 persen peserta berasal dari kaum perempuan, namun antusiasme warga tetap tinggi karena semua tampil dengan busana adat Sunda yang penuh warna,” ujarnya.
Ia menambahkan, Pawai Dongdang tidak hanya sebagai bentuk rasa syukur, tetapi juga bagian dari warisan budaya leluhur Cimande yang harus terus dijaga.
“Budaya ini jangan sampai hilang. Warga Cimande, khususnya Lemah Duhur, harus melestarikannya. Kami dari pemerintah desa berkomitmen menjunjung tinggi budaya Sunda,” tegasnya.
Menurut Ujang, tradisi Dongdang juga bisa menjadi ajang promosi wisata budaya dan kuliner lokal.
“Arak-arakan dongdang yang berisi hasil panen adalah simbol rasa syukur kepada Tuhan. Tradisi ini bisa menjadi daya tarik wisata sekaligus media untuk memperkenalkan kekayaan budaya Sunda,” katanya.
Pawai Dongdang di Lemah Duhur kembali membuktikan bahwa budaya lokal masih hidup kuat di tengah masyarakat, sekaligus menjadi warisan yang terus mengakar bagi generasi penerus.
( Am )