Iklan

Iklan

Iklan

Serangan Brutal Terhadap Jurnalis dan Aktivis GMOCT: PT SPS2 Dituding Gunakan Preman Bayaran

JurnalExpose
Rabu, 20 Agustus 2025, 14:12 WIB Last Updated 2025-08-20T07:12:11Z

Nagan Raya, Aceh – Kekerasan terhadap jurnalis dan aktivis kembali mencoreng wajah demokrasi di Indonesia. Ketua DPD Gerakan Masyarakat Obor Cet Langet (GMOCT) Aceh, Ridwanto, menjadi korban pembacokan saat melakukan investigasi sengketa lahan masyarakat di Desa Babah Lueng, Kecamatan Tripa Makmur, Senin (18/8/2025).


Ridwanto mendampingi warga yang menelusuri dugaan penyerobotan lahan plasma oleh PT Surya Panen Subur 2 (SPS2). Saat investigasi berlangsung, seorang pria tak dikenal yang diduga preman bayaran perusahaan mendekat dan langsung menyerangnya menggunakan senjata tajam. Serangan itu membuat Ridwanto menderita luka serius di bagian dada.


Warga segera mengevakuasi korban ke RS Sultan Iskandar Muda (SIM) untuk mendapatkan perawatan intensif. Pihak keluarga bersama rekan korban kemudian melaporkan insiden ini ke Polres Nagan Raya.


“Serangan ini bukan sekadar penganiayaan, tapi upaya pembungkaman suara rakyat yang memperjuangkan hak atas tanah mereka,” tegas Asep Riana, Wakil Ketua Umum GMOCT.


Aktivis dan tokoh masyarakat Desa Babah Lueng menilai kekerasan tersebut bukan peristiwa tunggal. Mereka menduga serangan ini bagian dari pola sistematis yang bertujuan menghalangi advokasi rakyat dan kerja jurnalis.


“Kami mendesak aparat hukum menindak pelaku lapangan sekaligus mengusut otak intelektual di balik aksi keji ini,” ungkap seorang tokoh masyarakat setempat.


Unsur Hukum yang Dilanggar


1. Penganiayaan Berat (Pasal 351 ayat (2) KUHP)

Pelaku bisa dijerat hukuman penjara maksimal lima tahun.


2. Upaya Pembungkaman Pers (Pasal 18 ayat (1) UU No. 40/1999 tentang Pers)

Setiap tindakan yang menghalangi kerja pers dapat dipidana maksimal dua tahun atau denda hingga Rp500 juta.


3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

Jika terbukti terstruktur, serangan ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM sesuai Pasal 28E UUD 1945 dan Pasal 19 DUHAM.


GMOCT menegaskan tidak akan mundur meski menghadapi intimidasi. “Kekerasan ini justru memperkuat solidaritas publik. Kami akan terus berada di garis depan,” kata Asep Riana.


Kasus ini menambah daftar panjang praktik premanisme terhadap pejuang agraria dan jurnalis di Indonesia. Publik kini menunggu ketegasan aparat untuk menegakkan hukum, bukan hanya menghukum pelaku lapangan, tetapi juga membongkar keterlibatan pihak korporasi.


Kebebasan pers dan perjuangan rakyat adalah amanat konstitusi. Negara wajib hadir untuk melindunginya, bukan membiarkan pembungkaman terjadi.


( Red )

Komentar

Tampilkan

Terkini

Iklan

Otomotif

+