HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Proyek DPT Sukadamai Dramaga Disorot: Diduga Ada Pelanggaran Teknis, Publik Minta Audit Inspektorat

Kab. Bogor – Proyek pembangunan Dinding Penahan Tanah (DPT) di Desa Sukadamai, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, kembali menuai sorotan publik. Ade Suhendar, Kabiro Media JurnalExpose, mempertanyakan sikap Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Bogor terhadap proyek senilai Rp1,25 miliar yang dikerjakan CV Surya Sari Putra.

Proyek ini berdasarkan kontrak bernomor 620/C.0001-33.3004/DPT-JLN/PPjj.2/SPMK/DPUPR, ditandatangani pada 9 September 2024, dengan masa kerja 106 hari kalender. Konsultan pengawas adalah PT Adhimas Cipta Dwipantara.

Ketua Tim PPTK Jembatan dan Jalan DPUPR, Gaga, mengakui pada 28 April 2025 bahwa proyek masih dalam masa pemeliharaan enam bulan dan menjadi tanggung jawab kontraktor. Ia menegaskan adanya adendum desain akibat kondisi lapangan yang berbeda dari rencana.

“Ada penyesuaian desain karena kondisi eksisting di lapangan. Akibatnya, posisi DPT berubah dan menjadi lebih tinggi dari rencana awal,” ujar Gaga di Kantor DPUPR Kabupaten Bogor.

Namun, pernyataan Gaga soal kemungkinan penambahan anggaran APBD jika kontraktor tidak melakukan perbaikan, justru memicu tanda tanya besar. Publik mengkritisi hal ini karena DPT yang dibangun ternyata hanya diperkuat bambu, bukan beton. Alhasil, konstruksi gagal menahan tanah dan longsor terjadi pada Senin, 1 September 2025.

Saat dimintai klarifikasi lebih lanjut, Gaga enggan berkomentar.

“Kami masih menunggu arahan dari pimpinan,” singkatnya.

Pantauan investigasi JurnalExpose menunjukkan tidak ada upaya pemeliharaan signifikan dari kontraktor hingga longsor terjadi. Hal ini menimbulkan dugaan kelalaian, bahkan pelanggaran teknis dalam pelaksanaan proyek.

Publik kini mendesak Inspektorat Kabupaten Bogor melakukan audit menyeluruh terhadap DPUPR, termasuk memastikan apakah adendum desain benar-benar kebutuhan teknis atau justru dimanfaatkan kontraktor untuk menekan biaya dengan mengorbankan kualitas.

Kasus ini menyoroti lemahnya transparansi, pengawasan, dan akuntabilitas proyek infrastruktur bernilai miliaran rupiah di Kabupaten Bogor yang menggunakan dana APBD.

(Ade S)

Tutup Iklan