HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Istri dan Anak di Bogor Tuntut Oknum Pejabat OKU Selatan karena Diduga Ditelantarkan

Bogor Kota, — Seorang perempuan berinisial DP (32) bersama anak perempuannya ANP (8) resmi menuntut seorang oknum pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Provinsi Sumatera Selatan, berinisial R, atas dugaan penelantaran istri dan anak yang telah berlangsung sejak tahun 2024.

DP merupakan istri sah dari R yang pernikahannya tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, dibuktikan dengan Kutipan Akta Nikah Resmi. Dari pernikahan itu, pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan, ANP, yang kini berusia delapan tahun.

Pada awal pernikahan, kehidupan rumah tangga DP dan R berjalan harmonis di Kota Bogor. Namun sejak R aktif bertugas di OKU Selatan, hubungan keduanya mulai renggang.

DP mengaku R mulai jarang pulang dan mengurangi komunikasi, hingga akhirnya tidak lagi memberikan nafkah lahir dan batin secara layak sejak awal tahun 2025.

“Kami hidup serba kekurangan. Kebutuhan anak untuk sekolah dan makan sehari-hari sering tidak terpenuhi,” ujar DP. (16 Okto 2025).

DP juga menyebut bahwa suaminya hanya mengirimkan uang sesekali dengan jumlah tidak tetap dan alasan tidak memiliki kemampuan finansial.

DP kini mendapat pendampingan hukum dari Kantor Hukum Sembilan Bintang.
Menurut Randi Hadinata, S.H., tindakan R jelas melanggar UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang telah diperbarui dengan UU No. 16 Tahun 2019, serta aturan etika dalam UU ASN No. 20 Tahun 2023.

“Ini bukan hanya masalah rumah tangga, tapi pelanggaran moral dan hukum. Dalam Islam, menelantarkan keluarga termasuk dosa besar,” tegas Randi.

Ia mengutip hadis riwayat Abu Dawud dan Muslim:

“Cukuplah seseorang dianggap berdosa bila ia menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.”

Managing Director Sembilan Bintang, Rd. Anggi Triana Ismail, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengirim dua kali undangan mediasi dan surat somasi, namun hingga kini R tidak pernah hadir.

“Kalau tidak ada itikad baik, kami siap membawa perkara ini ke jalur hukum. Penelantaran istri dan anak bisa dijerat UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara,” ungkap Anggi.

Ia menambahkan, tindakan R tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik.

“Laki-laki sejati itu melindungi, bukan meninggalkan. Klien kami masih sabar membuka pintu damai, tapi kesabarannya tentu ada batas,” tutup Anggi.

( Red )