SPBU 45.574.39 Klaten Diduga Langgar Aturan: Pertalite Dijual Menggunakan Jerigen di Malam Hari
Klaten — Dugaan pelanggaran aturan penjualan bahan bakar minyak (BBM) kembali mencuat di Kabupaten Klaten. SPBU 45.574.39 yang berlokasi di Jalan Penggung–Jatinom, Desa Padas, Kecamatan Karanganom, diduga menjual Pertalite menggunakan jerigen pada malam hari.
Temuan tersebut pertama kali diungkap oleh tim investigasi LSM Jalak Paksi dan LSM GERAK saat melakukan pemantauan di lokasi. Tim menemukan seorang petugas SPBU melayani pembelian Pertalite dalam puluhan jerigen yang kemudian diangkut menggunakan mobil minibus berwarna silver dengan nomor polisi AB 9716 BE.
Ketua Umum LSM GERAK, Mujo Sigit Kuniarso, menyebut praktik tersebut diduga melibatkan kerja sama antara pihak SPBU dengan mafia BBM yang telah terorganisir rapi. Bahkan, menurut Mujo, pihaknya sempat ditawari suap sebesar Rp1 juta agar menutup mata terhadap aktivitas ilegal tersebut, (16 Oktober 2025).
“Kami menolak keras tawaran itu. LSM GERAK dan LSM Jalak Paksi akan terus mengawal kasus ini agar penyaluran BBM subsidi tepat sasaran dan tidak dimonopoli oleh oknum tertentu,” tegas Mujo.
Kedua LSM tersebut berencana melaporkan temuan ini kepada BPH Migas, Satgas Migas, hingga PT Pertamina (Persero) agar dilakukan penindakan tegas terhadap SPBU yang terbukti melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) penyaluran BBM subsidi.
Ketika dikonfirmasi, petugas SPBU enggan memberikan keterangan. Sikap tertutup tersebut menimbulkan dugaan adanya upaya menutupi praktik penjualan tidak sesuai ketentuan.
Padahal, Pertamina telah secara tegas melarang penjualan Pertalite menggunakan jerigen atau drum, kecuali untuk keperluan tertentu dengan izin resmi. Larangan ini diterapkan karena Pertalite termasuk Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang mendapat subsidi dan kompensasi harga dari pemerintah.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022, Pertalite masuk kategori BBM bersubsidi dengan kuota terbatas. Penjualan kepada pihak tidak berhak, termasuk pengecer, dapat mengganggu distribusi dan menyebabkan kelangkaan di masyarakat.
Aturan ini diperkuat melalui Surat Edaran Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2017, yang menegaskan bahwa penyalur resmi dilarang melayani pembelian BBM bersubsidi dengan wadah tidak standar.
Bagi pihak yang melanggar, sanksinya diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan distribusi BBM subsidi di lapangan. Praktik penjualan ilegal semacam ini berpotensi merugikan masyarakat kecil yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama dari subsidi energi pemerintah.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pertamina Regional Jawa Tengah–DIY maupun aparat penegak hukum setempat belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pelanggaran di SPBU 45.574.39 tersebut.
(Tim Red)
