LSM RIB Soroti Aset Pribadi Dijaminkan dan Modal Negatif: PD Waluya Sukabumi Dihantui Skandal Keuangan
Sukabumi Kota — Skandal keuangan mulai membayangi Perusahaan Daerah (PD) Waluya milik Pemerintah Kota Sukabumi. Dugaan penyimpangan serius terungkap setelah ditemukan penyertaan modal daerah bernilai negatif dan penggunaan aset pribadi warga sebagai jaminan utang perusahaan ke bank.
Berdasarkan laporan keuangan Pemkot Sukabumi per 31 Desember 2024, penyertaan modal PD Waluya tercatat minus Rp1,36 miliar, turun dari Rp113,10 miliar tahun sebelumnya. Modal yang disetor pemerintah sebesar Rp7,5 miliar kini habis tergerus kerugian hingga mencapai Rp8,9 miliar.
Lebih ironis lagi, sejak berdiri tahun 2008, PD Waluya belum pernah memberikan kontribusi sepeser pun terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Audit terakhir oleh Kantor Akuntan Publik dilakukan pada 2009, artinya perusahaan ini sudah 15 tahun tanpa audit independen, bertentangan dengan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang tata kelola BUMD.
Masalah tidak berhenti di situ. Berdasarkan Akta Notaris Nomor 34 Tahun 2010, PD Waluya tercatat memiliki utang Rp1 miliar ke Bank BJB. Kredit itu jatuh tempo pada November 2011, namun hingga kini belum dilunasi.
Yang lebih mengejutkan, jaminan pinjaman bukan milik perusahaan, melainkan aset pribadi warga berinisial LLF—berupa rumah dan tanah seluas 380 meter persegi—yang dijadikan agunan tanpa dasar hukum yang jelas.
Pemilik aset disebut telah berulang kali meminta sertifikatnya dikembalikan kepada manajemen PD Waluya, wali kota, hingga DPRD, namun belum ada tindak lanjut.
Aktivis LSM Rakyat Indonesia Berdaya (RIB), Lutfi Imanullah, menilai praktik tersebut bukan lagi sekadar pelanggaran administratif, melainkan indikasi tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
“Aset pribadi dijadikan jaminan utang BUMD tanpa dasar hukum? Itu pelanggaran berat. Harus segera diusut. Ini bukan salah kelola, tapi sudah masuk wilayah pidana,” tegas Lutfi.
Ia juga menuding lemahnya pengawasan dari Dewan Pengawas, Inspektorat, dan DPRD Kota Sukabumi, yang selama ini terkesan tutup mata terhadap kondisi keuangan PD Waluya.
“Selama 15 tahun tidak ada audit, tapi tak satu pun lembaga pengawas bersuara. Ini bukti sistem pengawasan daerah lumpuh,” ujarnya.
Lutfi mendesak KPK, Kejaksaan, dan aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan melakukan audit investigatif dan penyelidikan mendalam.
“Ini uang publik, aset negara, dan kerugian nyata. Kalau dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan BUMD di daerah,” pungkasnya.
Kasus PD Waluya menjadi cermin lemahnya pengawasan dan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah Kota Sukabumi kini dituntut segera melakukan audit menyeluruh, menelusuri aliran dana, dan mengembalikan kepercayaan publik yang mulai luntur.
Penulis: Heri
Editor: HM
