HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Kasus Dugaan Kelalaian RSUD Malingping, Publik Desak Aparat Hukum Bertindak Tegas

Kab. Lebak – Gelombang kekecewaan terhadap pelayanan RSUD Malingping terus meluas. Setelah seorang pasien asal Kampung Cipanas, Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, meninggal dunia saat menjalani perawatan, publik kini mendesak aparat penegak hukum segera mengusut dugaan kelalaian medis yang diduga dilakukan pihak rumah sakit.

Menurut keluarga korban, pasien dibawa ke RSUD Malingping pada Minggu (tanggal tidak disebut) dalam kondisi lemah. Namun, selama beberapa jam tidak ada tindakan medis berarti dari tenaga kesehatan. Bahkan, infus pasien dibiarkan habis tanpa penggantian hingga akhirnya korban menghembuskan napas terakhirnya.

Lebih memilukan lagi, pihak RSUD Malingping disebut menolak mengantarkan jenazah menggunakan ambulans dengan alasan pasien adalah pengguna fasilitas BPJS Kesehatan. Akibatnya, keluarga terpaksa mengangkut jenazah dengan mobil losbak, sebuah pemandangan menyayat hati yang memicu kemarahan warga dan kritik tajam publik.

Tindakan tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 190 ayat (1) yang menegaskan bahwa tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan terhadap pasien gawat darurat dapat dipidana maksimal dua tahun penjara dan denda hingga dua ratus juta rupiah.

Selain itu, penolakan memberikan pelayanan medis dapat dikategorikan sebagai perbuatan penelantaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 304 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja menelantarkan orang yang wajib ditolongnya, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”

Para pemerhati layanan publik di Lebak menilai kasus ini tidak bisa dibiarkan. Mereka mendesak Polres Lebak, Inspektorat, dan Dinas Kesehatan Provinsi Banten untuk membentuk tim khusus investigasi, guna menelusuri penyebab kematian pasien serta memastikan apakah telah terjadi pelanggaran SOP medis dan etika profesi.

“Kalau benar pasien ditelantarkan hanya karena menggunakan BPJS, itu bentuk diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tegas salah satu tokoh masyarakat.

Kasus ini menjadi ujian serius bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Banten. Publik menilai, bila tidak ada tindakan tegas, kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan dan hukum akan kian runtuh.
Warga berharap kematian pasien ini menjadi pelajaran pahit terakhir, agar tidak ada lagi korban akibat kelalaian tenaga medis yang seharusnya melindungi nyawa, bukan mengabaikannya.

(HKZ)