HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Matahukum Nilai Press Release Sensitif yang Mencatut Sufmi Dasco Berpotensi Adu Domba dengan Media

Jakarta Beredarnya press release di kalangan media online yang menyinggung isu personal Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menuai sorotan. Sekretaris Jenderal Matahukum, Mukhsin Nasir, menilai rilis tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan dan diduga memiliki motif untuk membenturkan pejabat negara dengan insan pers.

Pernyataan itu disampaikan Mukhsin Nasir kepada awak media, Jumat (12/12/2025).

“Saya menilai press release bernada negatif yang dibuat oleh pihak tertentu ini sangat berbahaya. Jika benar ada motif untuk membenturkan Wakil Ketua DPR RI dengan media online, maka hal ini perlu ditelusuri secara serius karena dapat memicu kegaduhan di masyarakat,” ujar Mukhsin.

Diminta Diusut dan Media Diminta Lebih Waspada

Mukhsin yang akrab disapa Daeng menegaskan, jika sumber dan motif di balik press release tersebut tidak diungkap, maka pemberitaan negatif terhadap Sufmi Dasco Ahmad berpotensi terus berlanjut dan berulang.

Ia mengimbau insan pers agar lebih berhati-hati dan tidak serta-merta mempublikasikan press release yang memuat isu sensitif, terutama yang menyangkut pejabat publik dan keluarganya.

“Saya meminta rekan-rekan media untuk lebih jeli dan berhati-hati. Diduga ada upaya membenturkan media dengan Sufmi Dasco Ahmad. Padahal, sejatinya DPR RI dan media merupakan mitra strategis dalam demokrasi,” jelasnya.

Sebelumnya Muncul Press Release Soal Fenomena Takedown Berita

Sebelumnya, beredar press release berjudul Fenomena Takedown Link Media Meredam Isu dengan Tawaran Transaksional, yang membahas praktik penghapusan link pemberitaan di media online, khususnya terkait isu-isu sensitif.

Dalam rilis tersebut disebutkan bahwa permintaan takedown kerap dilakukan oleh pihak tertentu agar pemberitaan tidak menyebar luas ke publik.

Padahal, berdasarkan Kode Etik Jurnalistik, setiap keberatan terhadap produk jurnalistik wajib ditempuh melalui mekanisme resmi Dewan Pers.

Hal itu juga ditegaskan oleh Ketua Dewan Pers, Prof. Komaruddin Hidayat, dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

“Selama teman-teman menjalankan kerja jurnalistik yang benar, objektif, dan profesional, itu sudah cukup,” ujar Komaruddin.

Dewan Pers menegaskan bahwa tidak ada pihak yang dibenarkan meminta media menghapus berita secara langsung tanpa melalui mekanisme pengaduan, klarifikasi, hak jawab, atau koreksi.

Pengamat Media Sebut Takedown Wilayah Abu-abu

Menanggapi fenomena tersebut, Pengamat Media dari Litbang Demokrasi, Purbo Satrio, menilai praktik takedown sepihak berada di wilayah abu-abu dalam dunia jurnalistik, khususnya di media non-mainstream.

“Takedown sepihak sering dikaitkan dengan upaya meredam isu sensitif. Namun, hal ini seharusnya tetap diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan melalui jalur informal atau transaksional,” kata Purbo saat dihubungi awak media.

Purbo juga menekankan bahwa setiap keputusan takedown merupakan kewenangan internal masing-masing media dan tidak boleh dipaksakan oleh pihak manapun.

Penegasan: Media dan Pejabat Negara Mitra Demokrasi

Sementara itu, Matahukum kembali menegaskan bahwa isu-isu sensitif yang menyeret nama pejabat negara berpotensi dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memecah hubungan antara media dan lembaga negara.

Mukhsin menilai perlu adanya kehati-hatian bersama agar ruang publik tidak dipenuhi informasi yang berpotensi menyesatkan dan memicu konflik.

“Media harus tetap independen, kritis, namun juga profesional. Jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak yang ingin mengadu domba,” pungkasnya.

(Hkz)